Tepung Bulu Ayam Adalah Bahan Baku Pakan Ternak Yang Memiliki Kandungan Protein Sangat Tinggi Sehingga Layak Dijadikan Sumber Protein Dalam Ransum Ternak
Bulu ayam mengandung protein kasar sekitar 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Namun, kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti oleh nilai biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan yang rendah disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat.
Keratin merupakan protein yang kaya asam amino bersulfur, dan sistin. Ikatan disulfida yang dibentuk di antara asam amino sistin menyebabkan protein bulu sulit dicerna, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca rumen. Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan.
Oleh karenanya, bila bulu ayam akan dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa sebagai bahan pakan harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan hasilnya inilah yang dinamakan tepung bulu terolah sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pakan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum yang berasal dari pemanfaatan limbah.
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah tepung mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme rumen (rumenund egradable protein/RUP), tetapi mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pasca rumen. Nilai RUP berkisar 53-88 %, sementara nilai kecernaan dalam rumen hanya 12-46 %. Penggunaan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan sumber protein ternak ruminansia merupakan salah satu pilihan yang perlu mendapat pertimbangan.
Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba rumen terutama bakteri selulolitik membutuhkan asam lemak rantai cabang(BCFA). Bakteri selulolitik menggunakan asam lemak rantai cabang sebagai kerangka karbon untuk sintesis protein tubuhnya. Asam lemak rantai cabang yakni isobutirat, isovalerat dan 2- metil butirat diperoleh dari protein pakan. Asam lemak rantai cabang ini adalah hasil deaminasi dan dekarboksilasi dari asam amino rantai cabang (BCAA) yakni leusin, isoleusin, dan valin. Bila kandungan asam amino rantai cabang pakan rendah maka asam lemak rantai cabang merupakan faktor pembatas pertumbuhan bakteri selulolitik.
Sebelum dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein, bulu ayam sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa sebagai bahan pakan harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan hasilnya inilah yang dinamakan tepung bulu terolah sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pakan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum yang berasal dari pemanfaatan limbah.Berapa Kadnungan Protein Kasar Pada Tepung Bulu?
Bulu ayam mengandung protein kasar sekitar 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Namun, kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti oleh nilai biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan yang rendah disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat.
Keratin merupakan protein yang kaya asam amino bersulfur, dan sistin. Ikatan disulfida yang dibentuk di antara asam amino sistin menyebabkan protein bulu sulit dicerna, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca rumen. Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan.
Oleh karenanya, bila bulu ayam akan dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa sebagai bahan pakan harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan hasilnya inilah yang dinamakan tepung bulu terolah sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pakan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum yang berasal dari pemanfaatan limbah.
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah tepung mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme rumen (rumenund egradable protein/RUP), tetapi mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pasca rumen. Nilai RUP berkisar 53-88 %, sementara nilai kecernaan dalam rumen hanya 12-46 %. Penggunaan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan sumber protein ternak ruminansia merupakan salah satu pilihan yang perlu mendapat pertimbangan.
Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba rumen terutama bakteri selulolitik membutuhkan asam lemak rantai cabang(BCFA). Bakteri selulolitik menggunakan asam lemak rantai cabang sebagai kerangka karbon untuk sintesis protein tubuhnya. Asam lemak rantai cabang yakni isobutirat, isovalerat dan 2- metil butirat diperoleh dari protein pakan. Asam lemak rantai cabang ini adalah hasil deaminasi dan dekarboksilasi dari asam amino rantai cabang (BCAA) yakni leusin, isoleusin, dan valin. Bila kandungan asam amino rantai cabang pakan rendah maka asam lemak rantai cabang merupakan faktor pembatas pertumbuhan bakteri selulolitik.