Keunggulan Jenis Sapi Brahman Cross (BX) Kenaikan Bobot Badannya Bisa Diatas 1,5 kg, Lebih Unggul Dari Sapi Jenis Lain

Ciri Fisik dan Karakteristik Sapi Brahman Cross, Keunggulan Dan Kelemahannya

Sebagai turunan sapi Brahman, sapi BX memang sangat cocok dikembangkan di Indonesia. Keunggulan sapi ini antara lain tahan panas dimana iklim di negara kita adalah tropis sehingga sangat cocok dari segi cuaca. Pada pemeliharaan sekitar 3 bulan dengan pakan yang berkualitas, rata-rata kenaikan berat badan harian atau ADG bisa lebih dari 1,5 kg dan ini sangat menguntungkan bagi peternak.

Sapi BX (Brahman Cross), adalah ternak sapi hasil domestikasi/penjinakan sapi Brahman yang dikembangkan di Amerika dan Australia dan disilangkan dengan berbagai jenis sapi lainnya, seperti sapi Shorthorn, sapi Santa Gertrudis, Droughmaster, Hereford, Simmental, dan sapi Limousin. Hasil silangan ini kemudian disilangkan lagi dengan sapi Brahman sehingga campuran darah dalam setiap keturunan sangat bervariasi.
Model yang diterapkan dalam pelaksanaan pengembangan sapi Brahman Cross adalah menghasilkan ternak sapi yang memiliki pertumbuhan baik dan tahan terhadap iklim tropis serta penyakit/hama penyebab penyakit, kutu dan tunggau Di Australia yang nota bene masih memiliki kondisi lahan yang menunjang pemeliharaan ternak model savanna dan pertumbuhan legume yang baik pada lahan savanna, menyebabkan biaya pakan sangat ekonomis, peternak hanya memberikan sedikit pakan penguat dan melakukan sedikit aktifitas lebih berat saat penyimpanan makanan untuk persediaan musim dingin.Perkawinan alam, penanganan kelahiran yang alami, biaya pakan yang ekonomis, penggunaan tenaga kerja yang efisien, penggunaan alat beratyang mempermudah pelaksanaan usaha menyebabkan perkembangan ternak ini sangat cepat dan efisien. Harga yang ditawarkanpun menjadi sangat kompetitif, biaya antar ternak – biaya handling – ditambah keuntungan peternak masih berada dibawah harga beli masyarakat Indonesia.

Ciri khas sapi ini adalah berpunuk besar dan berkulit longgar, gelambir dibawah leher sampai perut lebar dengan banyak lipatan-lipatan. Telinga panjang menggantung dan berujung runcing. Sapi ini adalah tipe sapi potong terbaik untuk dikembangkan.

Warna kulit sapi ini sangat bervariasi antara lain putih abu-abu, hitam, coklat, merah, kuning, bahkan loreng seperti harimau. Pasar tradisional tertentu masih ada yg "fanatik" dgn warna kulit, sehingga dgn banyaknya variasi warna kulit sapi ini bisa memenuhi selera tiap-tiap pasar yg cenderung masih spesifik.

Sistem yang diterapkan dalam pelaksanaan pengembangan sapi Brahman Cross adalah menghasilkan ternak sapi yang memiliki pertumbuhan baik dan tahan terhadap iklim tropis serta tahan terhadap penyakit/hama penyebab penyakit, kutu dan tunggau
Sapi Brahman Cross mulai diimport Indonesia (Sulawesi) dari Australia pada tahun 1973. Pada tahun 1975, sapi Brahman cross didatangkan ke pulau Sumba dengan tujuan utama untuk memperbaiki mutu genetik sapi Ongole di pulau Sumba. Importasi Brahman cross dari Australia untuk UPT perbibitan (BPTU Sumbawa) dilakukan pada tahun 2000 dan 2001 dalam rangka revitalisasi UPT. Penyebaran di Indonesia dilakukan secara besar-besaran mulai tahun 2006 dalam rangka mendukung program percepatan pencapaian swasembada daging sapi.

Karkas Brahman Cross bervariasi antara 45% - 55% tergantung kondisi sapi saat timbang hidup & performance tiap individunya. Pemeliharaan ideal untuk fattening adalah selama 60-70 hari untuk sapi betina, sedangkan untuk jantannya antara 80-90 hari, karena apabila digemukkan terlalu lama maka perkembangannya akan semakin lambat & akan terjadi perlemakan dlm daging (marbling) yg hal ini di pasar lokal (RPH) tradisional kurang disukai oleh customer.

Pengamatan sapi Brahman Cross di Australia menunjukkan angka kelahiran 81,2%, rata-rata berat lahir 28,4 kg, rata-rata berat sapih 193 kg, kematian sebelum sapih 5,2%, kematian umur 15 bulan 1,2% dan kematian dewasa 0,6%. Tujuan utama dari persilangan ini utamanya adalah menciptakan bangsa sapi potong tropis/subtropis yang mempunyai produktivitas tinggi, namun mempunyai daya tahan terhadap suhu tinggi, caplak, kutu, serta adaptif terhadap lingkungan tropis yang relatif kering.

Di negeri asalnya, Australia, sapi ini umumnya dilepas di padangan dan digunakan kawin alami dengan pejantan sebagai program pengawinannya. Dengan manajemen peternakan lepas (grazing) pada padang penggembalaan yang sangat luas, mempunyai kesempatan exercise yang tanpa batas, tanpa tali hidung, dalam kumpulan, dengan pengawinan alami menggunakan pejantan, serta dengan ketersediaan pakan hijauan maupun pakan penguat secara kuantitatif maupun kualitatif mencukupi.

Dibandingkan dengan sapi lokal seperti sapi bali dan sapi import seperti limosin dan simental, sapi brahman cross memiliki keunggulan sebagai berikut:

  1. Tahan terhadap suhu panas. Jadi, sapi ini sangat cocok sekali dipelihara di Indonesia. Di wilayah manapun karena kita negara tropis.
  2. ADG atau PBBH yang sama baik seperti sapi limosin dan simental. Brahman cross bisa nambah bobot per hari lebih dari 1 kg/ekor.
  3. Tahan terhadap gigitan caplak dan parasit lain. Ini mungkin sedikit membingungkan.karena semua sumber menyebutkan seperti itu. Apakah tahan itu kulitnya keras sehingga caplak tidak mampu menggigit. Atau sapi ini punya kemampuan untuk mengatasi infeksi yang dihasilkan gigitan caplak? Masih menjadi pertanyaan buat saya. Kalau menurut saya, semua hewan kalau digigit caplak tetap akan merasakan kesakitan dan tidak nyaman.
  4. Mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Ini benar. Karena dengan usia yang sama, postur sapi brahman lebih besar daripada sapi lokal seperti PO dan sapi bali serta sapi madura.
  5. Adaptasi dengan pakan kurang berkualitas cukup baik. Ini bisa dikatakan sapi bx tidak terlalu pilih – pilih jenis pakan. Berarti sangat menguntungkan bagi peternak Indonesia karena jerami padi di sini sangat melimpah.
  6. Memiliki tulangan yang kecil, sehingga presentasi karkas bisa lebih tinggi.

Kelemahan atau kekurangan sapi brahman cross

Tidak ada masalah terhadap kualitas produksi terhadap sapi brahman cross ini. Tapi untuk sapi betinanya, kelemahannya adalah sebagai berikut.

  • Birahi pos partum lebih lama. Birahi pos partum adalah waktu dimana sapi akan minta kawin lagi setelah melahirkan.
  • Secvice per conception (S/C) yang tinggi yaitu 2,27 [4]. Service per conception adalah banyaknya perkawinan sampai sapi berhasil hamil.

Waktu yang lama bagi sapi untuk minta kawin lagi setelah melahirkan akan merepotkan bagi peternak. Terutama untuk yang breeding.

Lamanya birahi pos partum bagi sapi brahman cross ini adalah lebih dari 5 bulan. Ini akan membuat jarak kelahiran pedet jauh lebih lama dan pasti akan mengurangi pendapatan peternak.

Selain itu, setiap kali sapi minta kawin, tidak selalu berhasil. Angka 2,27 itu menunjukkan kalau minimal sapi dua kali kawin baru berhasil untuk hamil.

Asupan nutrisi sangat berpengaruh terhadap umur pubertas sapi Brahman Cross, sapi-sapi dengan nutrisi rendah umur pubertas adalah 704,2 hari, dengan nutrisi sedang umur pubertas 690,8 hari dan dengan nutrisi bagus umur pubertas adalah 570,4 hari. Umur pubertas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Pada industri perbibitan sapi Brahman Cross, umur beranak pertama pada umur 3 tahun menjadi pertimbangan penting. Sapi Brahman Cross muda mencapai pubertas pada umur yang lebih tua daripada sapi Eropa. Semua bangsa sapi Bos indicus dilaporkan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan dengan sapi Eropa (Bos taurus).

Rendahnya fertilitas pada sapi Brahman Cross disebabkan karena pengamatan birahi yang kurang akurat dengan lama masa estrus 6,7 ± 0,8 jam dengan intensitas gejala birahi relatif lemah. Asupan nutrisi dan lamanya induk menyusui dapat menyebabkan terjadinya anestrus postpartum pada sapi Brahman Cross, tertundanya pengeluaran plasenta setelah beranak dan adanya infeksi serta peradangan pada selaput lendir uterus (endometritis) yang dapat memperpanjang jarak beranak. Masalah besar yang sering timbul pada peternakan sapi Brahman Cross di daerah tropis dan sub tropis adalah panjangnya masa anestrus postpartum (anestrus pasca beranak), hal ini disebabkan oleh pakan yang diberikan kurang kualitas maupun kuantitasnya, temperatur lingkungan yang terlalu panas, investasi parasit, penyakit reproduksi, kondisi tubuh yang kurus (SKT rendah, di bawah 2,0), dan stres akibat menyusui.

Setelah mencapai pubertas, sapi Brahman Cross akan mengalami siklus rerata 3 minggu (18 – 24 hari). Pada sapi Brahman Cross terkadang menunjukkan gejala birahi semu yang tidak diikuti dengan pelepasan sel telur. Gejala birahi yang paling penting adalah diam bila dinaiki oleh temannya atau standing position. Tetapi juga perlu diperhatikan hal lain seperti seringkali melenguh (gejala 2 B: bengak-bengok), gelisah, mencoba untuk menaiki teman-temannya (gejala 2 C: clingkrak-clingkrik). Sapi tampak lebih jinak terhadap orang dari biasanya. Vulva membengkak, keluar lendir, terlihat lebih merah dan hangat apabila diraba (gejala 3A: abang, abuh dan anget).

Sebagian besar sapi Brahman Cross (50 – 85%), mengeluarkan sedikit darah dari vulva beberapa jam setelah standing heat berakhir. Keadaan ini disebut perdarahan met-estrus (metestrual bleeding), ditandai dengan keluarnya darah segar bercampur lendir dari vulva dalam jumlah sedikit beberapa hari setelah birahi. Perdarahan ini biasanya akan berhenti sendiri setelah beberapa saat. Yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua siklus birahi pada sapi berakhir dengan keluarnya darah. Keluarnya darah tidak selalu berarti ovulasi telah terjadi dan tidak selalu menunjukkan bahwa bila diinseminasi ternak akan bunting atau tidak. Keluarnya darah hanya akan menunjukkan bahwa ternak telah melewati siklus birahi.

Agar perkawinan sapi Brahman Cross berhasil, sangat penting memperhatikan mereka pada saat standing heat (puncak birahi, tandanya tetap diam bilamana dinaiki sapi lain). Ada waktu-waktu tertentu dimana pengamatan tanda-tanda birahi akan lebih berhasil. Secara alamiah sapi induk dan dara Brahman Cross lebih banyak menunjukkan aktivitas seksual di malam dan pagi hari daripada waktu siang hari. Amati tanda-tanda birahi berdasarkan suatu jadwal tertentu. Melakukan pengamatan birahi selama 25 menit, 4 kali sehari, hendaknya menjadi bagian pada saat mereka tidak terganggu oleh aktivitas-aktivitas lain seperti pemberian pakan, atau pembuangan kotoran kandang. Mayoritas birahi (standing heat) terjadi antara jam 4.00-6.00 sore dan 5.00-7.00 pagi. Pengamatan visualisasi pada malam hari (night watch) sangat dianjurkan untuk deteksi pada sapi Brahman Cross. Sapi betina yang terikat dalam kandang harus diberi latihan (exercise) secara teratur dengan kondisi kaki yang baik agar dapat menunjukkan aktivitas menaiki dan dinaiki temannya, serta ekspresi birahi akan lebih kelihatan.


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Tentang Ternak dan Burung Updated at: 8:48 PM
Powered by Blogger.